Kamis, 17 Februari 2011

motif kecerdikan

MOTIF KECERDIKAN DALAM TILL EULENSPIEGEL DAN NASRUDIN HOJA
Oleh Retno Bintarti

Pendahuluan
Cerita jenaka merupakan salah satu jenis cerita yang dapat ditemui di setiap negara. Cerita ini biasanya berkisar pada seorang tokoh yang lucu. kelucuannya terkadang disebabkan oleh kebodohan atau kecerdasan tokohnya yang luar biasa, sehingga tidak jarang di dalamnya terkandung banyak sindiran (Sudjiman,1990:15).
Till Eulenspiegel adalah salah satu cerita jenaka yang terkenal, yang berasal dari tradisi lisan di Jerman. Kisah Eulenspiegel yang yang berasal dari Braunschweig terdiri dari 96 cerita pendek yang lucu, yang mengisahkan kehidupan Eulenspiegel. Sedangkan cerita jenaka Nasrudin Hoja juga merupakan kumpulan 360 cerita lucu yang terjadi dalam kehidupan Nasrudin.

Perbandingan Motif Cerita
Motiv merupakan kesatuan terkecil yang menghubungkan unsur-unsur tertentu yang mendukung struktur cerita (Wunderlich,1979). Motif adalah gagasan yang dominan dalam karya sastra, yang seolah-olah menjiwai semua unsurnya (Sudjiman,1990:53). Sejalan dengan penelitian cerita berdasarkan motif Thompson membuat indeks, yakni Motif index of Literatur yang merupakan daftar dari motif-motif cerita rakyat dunia.
Menurut daftar Thompson , kedua cerita di atas memiliki motif kecerdikan (cleverness), motif tes panjang akal (tes of resourcefulness). Berdasarkan motif-motif tersebut terdapat persamaan dan perbedaan antara cerita Till Eulenspiegel dan Nasrudin Hoja.
1 Motif Kecerdikan
Motif ini ditandai dengan sikap cerdik tokoh utama, dengan kecerdikan mereka, berhasil memperoleh apa yang mereka inginkan. Till Eulenspiegel mengelabui penjual roti, untuk memenuhi keinginan ibunya untuk memakan roti yang enak. Hal ini merupakan hal yang sangat sulit untuk dipenuhi karena Till Eulenspiegel hanya dari keluarga budak. Dengan kecerdikannya Eulenspiegel berpura-pura disuruh tuannya untuk membeli roti.

“Als Eulenspiegel einen Armbrustschuss weit von des Brotbaeckers Haus war, liess er ein Weissbrot aus dem Loch in den Dreck der Strasse fallen. Da setzte Eulenspiegel den sack nieder und sprach zu dem Jungen: “Ach das besudelte Brot darf ich vor meinen Herrn bringen. Lauf rasch damit wieder nach haus und bring mir ein anderes Brot dafuer! Ich will hier auf dich warten.” Der Junge lief hin und holte ein anderes brot. Inzwischen ging Eulenspiegel weiter in ein Haus in der Vorstadt.

Als der Baeckerjunge mit dem Brot wiedekam, war Eulenspiegel mit den Broten verschwunden”… (Bote,1979)

Ketika Eulenspiegel sudah jauh dari rumah tukang roti, ia menjatuhkan sepotong roti ke dalam kubangan air di jalan. Kemudian ia berbicara pada pelayan tukang roti yang mengantarnya: “Aku tidak mungkin memberikan roti yang kotor ini pada majikanku. Ambillah gantinya nanti aku tunggu di sini.” Pelayan itu pun pergi mengambil roti yang baru, kemudian Eulenspiegel pun pergi meninggalkan tempat itu…

Demikian juga dengan Nasrudin, ia mengelabui seorang pedagang untuk memperoleh baju baru.
“Ketika berjalan-jalan di sebuah kota, Nasrudin tergerak untuk membeli sebuah celana. Ia memilih dan mencoba sebuah celana yang cocok, tetapi mendadak niatnya berubah. Ia ingin membeli baju yang harganya sama dengan celana itu. Dia serahkan celana kepada pemilik toko, lalu mengambil baju. Kemudian ia pergi.
“Hei kamu belum membayar baju itu “,teriak penjual baju
“Tapi aku kan meninggalkan celana yang harganya sama sebagai gantinya.”
‘tapi celana itu belum kau bayar.”
“Tentu saja tidak aku bayar, apa aku harus membayar barang yang tidak aku beli.” jawab Nasrudin sambil berlalu. (Winardi,2004:35).

Kecerdikan-kecerdikan yang dilakukan oleh Eulenspiegel dengan mengelabui pendeta, tukang sepatu dan tuan tanah dan juga kecerdikan Nasrudin mengelabui pedagang, ilmuwan, raja, menyebabkan nasib mereka berubah menjadi lebih baik.
Kedua tokoh ini memiliki banyak kesamaan. Keduanya berasal dari lapisan sosial bawahan Eulenspiegel hanya seorang budak sedangkan nasrudin seorang guru, alim yang miskin. Meskipun demikian mereka berhasil mengalahkan orang-orang yang kedudukannya lebih tinggi dari mereka. Mereka adalah orang-orang miskin yang hidupnya menderita tetapi pada akhirnya hidup mereka menjadi lebih baik.
Eulenspiegel yang awalnya hanya seorang budak berkat kecerdikannya ia dapat memperoleh kebebasannya kerana berhasil mengelabui tuan tanah. Nasrudin yang hanya seorang guru yang miskin berhasil menjadi orang kepercayaan raja.
Meskipun demikian antara kedua tokoh ini juga memiliki perbedaan dalam memanfaatkan kecerdikannya. Eulenspiegel lebih sering memanfaatkan kecerdikannya untuk kepentingan dirinya sendiri (dari 96 cerita hanya dua cerita yang isinya menggambarkan kecerdikan Eulenspiegel untuk membantu ibunya), sedangkan cerita Nasrudin Hoja kecerdikannya lebih benyak digunakan untuk membantu orang lain. Bahkan perilaku Nasrudin yang mengundang tawa sekaligus menggelitik, terkadang menyentil rasa kemanusiaan dan sanggup menghadirkan arus kesadaran pembacanya tentang makna kemanusiaan walaupun sesaat. Selain kritik dan sindiran kisahnya juga sarat dengan pesan moral dan agama.
2. Motif Tes Panjang Akal
Motif ini berupa tes panjang akal yakni mengajari keledai membaca. Baik Eulenspiegel dan Nasrudin diminta oleh tuan tanah dan raja untuk mengajari seekor keledai untuk membaca. Hal yang menarik adalah ketika kedua tokoh mempunyai cara yang sama dalam menyelesaikan tugas atau persoalan mereka.
Kedua tokoh pada awalnya sama-sama mengalami kebingungan tetapi pada akhirnya keduanya menemukan cara yang sama dalam menyelesaikan tugas mereka. Keledai yang mereka ajari membaca akhirnya hanya dapat membalik-balik buku, karena itulah cara seekor keledai kalau sedang membaca.
Perbedaan dari tes panjang akal ini adalah tes ini merupakan salah satu dari persyaratan yang diajukan oleh tuan tanah apabila Eulenspiegel ingin bebas. Sedangkan bagi Nasrudin tes ini merupakan satu ujian dari seorang raja atau penguasa untuk mencari kesalahan Nasrudin. Meskipun demikian hukuman yang akan mereka dapatkan bila gagal memenuhi tugas tersebut sama yakni hukuman mati.

Penutup
Bedasarkan perbandingan di atas dapat diketahui bahwa dari keuda cerita tersebut memiliki motif yang sama meskipun tujuan dan alasan dari kedua tokoh untuk melakukan kecerdikannya berbeda.

Daftar Pustaka

Bote, Hermann. 1979.Ein kurzweiliges Buch von Till Eulenspiegel aus dem Lande Braunschweig. Muenchen.

Sudjiman, Panuti.1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.

Winardi, Irwan. 2004. 360 Cerita Jenaka Nasrudin Hoja. Bandung:Pustaka Hidayah.

Wunderlich,W.1979.Eulenspiegel-Interpretationen. Der Schalk im Spiegel der Forschung. Muenchen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar